Jakarta – Terkait kewajiban bayar uang mahar sebesar Rp 1 Milyar bagi tiap bakal calon ketua umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, politisi senior Partai Golkar, Akbar Tanjung, menyatakan kembali penolakannya. Menurut Akbar, kewajiban setor uang akan menyulitkan mereka yang memiliki nilai, gagasan, dan keterpanggilan politik untuk menjadi pemimpin.
Akbar menilai, sebagai sebuah partai politik yang mengedepankan perjuangan semestinya diisi pula oleh orang-orang yang memiliki idealisme perjuangan dan memiliki gagasan untuk kemajuan partai dan negara dan tidak pantas untuk mengajukan syarat iuran dengan nilai yang sangat besar.
“Namun orang yang memiliki idealisme seperti itu kebanyakan merupakan kalangan yang tidak memiliki sumber dana besar,” kata Akbar di Jakarta, Selasa (3/5/2016). “Jumlah yang besar akan membuatnya berpikir ulang, meski idealismenya tinggi. Akibatnya, mereka tidak bisa ikut (pencalonan),” imbuhnya.
Lebih lanjut Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, adanya setoran seperti itu akan menimbulkan budaya negatif di tubuh partai. Bahkan menjadi preseden yang akan diikuti oleh kepengurusan di lapisan bawah ketika melakukan proses politik serupa.
“Saya khawatir ini akan menjadi preseden yang akan ditiru di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Pemilihan dengan nuansa uang itu bukanlah hal yang biasa dalam organisasi politik,” ujarnya.
Menurutnya, persoalan pendanaan sebetulnya bisa diatasi jika panitia secara terbuka mengajak semua pemangku kepentingan partai untuk ikut berkontribusi sesuai dengan kemampuannya. “Ini masalah bersama. Saya yakin, semua memberikan kontribusinya,” katanya.
Selain itu, Akbar menyarankan partai mencari dana dari sumber lain, termasuk dari kader dan orang yang mengapresiasi partai.
Sejak wacana iuran wajib itu bergulir, mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu menyatakan ketidaksetujuannya.
“Pokoknya uang janganlah dijadikan parameter. Saya tidak setuju ada kontribusi dari caketum, pertama diwacanakan Rp 20 miliar, sekarang jangankan Rp 10 miliar, Rp 5 miliar pun saya tidak setuju. Kalau ada masalah partai ya diselesaikanlah. Kalau misalnya biaya cukup besar ya kita pindah jangan di Bali, di Asrama Haji saja, kan gampang,” begitu kata Akbar, Rabu (27/4/2016) pekan lalu.
Akbar mengingatkan jika Munaslub selalu identik dengan uang, maka citra Golkar akan terpuruk. Masyarakat akan menilai urusan di Golkar hanya uang. “Nanti opini publik jadi tidak baik. Wah, ini partai urusannya cuman uang. Nanti citra Golkar merosot, di depan publik keterpilihan Golkar juga menurun”.
Namun, sikap Akbar tak menyurutkan wacana itu di kalangan pimpinan elit partai lainnya. Hingga akhirnya rapat pleno DPP Partai Golkar, Kamis (28/4) pekan lalu, memutuskan bahwa para bakal calon ketua umum wajib membayar Rp 1 miliar. Alasannya, untuk menghindari politik uang dan mendanai penyelenggaraan Muyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang akan digelar di Bali, 26-27 Mei 2016 yang akan datang.