Kritik pedas dilontarkan Ahmad M. Ali, anggotaKomisi III DPR RI, saat menanggapi Pernyataan Bulog Sulawesi Tengah yang mengatakan kesulitan mencapai target pengadaan beras stok nasional tahun 2016, yang ditetapkan 40.000 ton, pada Senin (3/10).
Menurutnya, metode pengunaan kekuasaan yang digunakan Bulog dalam menyerap produksi petani sama sekali tidak membantu petani. Sebaliknya malah membuat petani semakin tertekan. Dampak buruknnya, target yang diharapkan tida mungkin tercapai karena petani merasa dirugikan dengan standar harga yang jauh di bawah pasar.
“Saya berharap Bulog tidak menggunakan pendekatan kekuasan untuk menekan petani agar menjual besar di Bulog. Kalau Bulog maumengejar target, maka dia harus mampu bersaing dengan harga pasar,” tandas Ahmad Ali.
Lebih jauh, Ketua DPW Nasdem Sulteng ini menilai, bahwa posisi Bulog, disamping untuk mengamankan stok beras nasional, juga sebagai stabilisator harga komoditi petani. “Bulog jangan ngotot untuk menekan petani lewat kekuasan untuk mendapat beras di bawah harga pasar. Bulog harus bisa memberikan kepastian harga yang menguntungkan petani bukan merugikan”.
Mat Ali, sapaannya, menekankan bahwa terpenting saat ini adalah petani mendapatkan harga bagus. “Tidak penting siapa yang membeli yang harus dipastikan semua hasil produksi petani dapat terserap oleh pasar dengan harga yang tertinggi,” tukasnya.
Disarankannya, kalau Bulog mau mengamankan stok nasional, maka menjadi suatu kewajiban bagi Bulog untuk menyesuaikan harga pasar bukan menekan petani agar mau menyerahkan hasil produksinya di bawah harga pasar.
“Sebesarapa pun target yang ditetapkan olehpemerintah dan Bulog, kalau jauh di bawah standar harga pasar, petani tetap tidak melirik program tersebut,” lengkapnya.
Perum Bulog Sulteng mengaku baru berhasil menampung dalam bentuk beras sebesar 7.900 ton. Hal ituterjadi karena harga yang diajukan petani di bawah HPP (harga pembelian pemerintah) yang digunakan oleh Bulog. Sementara, sisa waktu 3 bulan diakui mustahil untuk bisa mencapai stok nasional.[] Setiabudi.