Agrikultur Tetap Tumbuh di Masa Krisis
Krisis adalah ujian bagi ketangguhan ekonomi kita. Dari ujian tersebut kita bisa belajar dan menentukan pilihan terhadap sektor-sektor ekonomi yang akan kita tetapkan sebagai unggulan. Dan pada saat krisis yang pernah kita alami tahun 1997/98, ketika semua sektor mengalami pertumbuhan negatif, sektor agrikultur (pertanian, perkebunan dan perikanan) justru tetap tumbuh, walaupun pertumbuhannya dibawah pertumbuhan saat sebelum krisis. Dan sektor properti, industri dan jasa keuangan, yang pertumbuhan rata-rata paling tinggi saat sebelum krisis, mengalami keterpurukan paling dalam.
Hal ini juga juga dialami oleh Thailand. Bahkan Thailand lebih awal mengalaminya.Tetapi karena agrikultur di Thailand jauh lebih kuat dari kita, maka proses pemulihan ekonomi di Thailand jauh lebih cepat dibandingkan dengan negara kita.
Pengalaman diatas menunjukan bahwa sektor agribisnis adalah sektor ekonomi yang sangat strategis (menyangkut kebutuhan pangan masyarakat) dan memiliki daya tahan lebih dibanding sektor lainnya. Dan bagi bangsa kita, semua potensi menuju ke arah kesejahteraan melalui sektor ini sudah tersedia semuanya . Barisan gunung vulkanik yang membentang dari barat sampai timur, membuat tanah kita kaya akan unsur hara. Letak geografis di wilayah tropis membuat curah hujan yang besar dan mencukupi kebutuhan air bagi tanaman pangan. Garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, jika dikelola dengan baik akan menjadikan kita sebagai salah satu negara penghasil ikan terbesar di dunia. Masih kah kita ragu dengan kondisi obyektif ini?
Kita Silau oleh Kemegahan Teknologi
Mengapa sektor pertanian secara luas (agrikultur) di negeri kita terasa terabaikan? Mengapa para petani dan nelayan tingkat pendapatannya dibawah tingkat pendapatan di sektor lainnya ?
Mengapa sektor yang begitu besar dalam penyerapan tenaga kerjanya (35% dari keseluruhan sektor) hanya berkontribusi dalan pertumbuhan ekonomi sebesar 15% saja ? Jawabannya cukup jelas, kita abai karena menganggap sektor ini hanya sebagai jalan untuk menyelesaikan kebutuhan pangan saja. Tak heran nilai perekonomian produk pertanian selalu dibuat rendah, tanpa mempedulikan nasib para petaninya. Hal lainnya adalah, kita silau dengan teknologi dan industri.
Sebenarnya di awal orde baru, sektor pertanian mendapat perhatian khusus. Dari Repelita I-III pembangunan di titik beratkan pada sektor pertanian. Sikap silau terhadap kemegahan teknologi diawali di tahun 1979 saat BJ Habibie menjadi menristek. Habibie menginginkan adanya loncatan dalam strategi pembangunan, dari negara agraris langsung menuju negara industri maju. Dan puncaknya tahun 1995 saat IPTN berhasil memproduksi CN235. Kita semua didorong untuk silau dengan capaian tersebut, seolah kita sudah memiliki industri sekelas General Electric maupun General Dinamic. Rasa silau itu membuat pemerintah mulai melupakan sektor agrikultur.
Bahkan saking ingin menyilaukan kita dengan teknologi, ditahun yang sama BJ Habibie memperbandingkan nilai 1 buah pesawat CN235 sama dengan 4,5 juta ton beras (dan nada bangga atas teknologi pesawat dan merendahkan produk pertanian). Tapi ironinya, tak lama setelah itu, pada Mei 1996, kita menjual/barter CN235 ke Thailand, dibayar dengan beras ketan. Saat kita mulai mengalami puncak krisis, ternyata IPTN memberikan kontribusi terhadap terjadinya krisis, sehingga pada tahun 2000 IPTN ditutup.
Kita tidak boleh silau terhadap teknologi apalagi kemudian menjadi rendah diri sebagai negara berbasis agrikultur. Jika sektor agrikultur kita kelola dengan baik, maka kita pun akan mampu untuk memperoleh pesawat seperti Thailand. Bukankah menteri perikanan dan kelautan Susi Pudjiastuti membuktikan dengan mengawali bisnis perikanannya, dia mampu memiliki perusahaan penerbangan? Itulah mengapa saya tidak silau dengan teknologi atau rendah diri pada sektor agrikultur. Karena agrikultur pun adalah industri, yang pengelolaannya memerlukan teknologi
Reformasi Agraria Langkah Awal Kita

Reformasi agraria dibutuhkan untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan keadilan. Sektor pertanian kita semakin lama dibuat semakin tergantung pada industri yang mendukungnya (industri benih, pupuk dan pestisida). Hal tersebut membuat petani menjadi tersingkir secara ekonomi. Tekanan produk impor yang masuk tanpa barier, tidak adanya perlindungan atas mekanisme harga yang berkeadilan, membuat sektor pertanian dan para petaninya semakin tersingkir secara ekonomi maupun harga dirinya. Bagaimana harga diri tidak tersingkir ketika profesi mereka sebagai petani tidak menjanjikan kesejahteraan. Bagaimana muncul harga diri, saat mereka hanya bisa mendengar adanya kenaikan harga pangan, tapi sebagai produsen mereka tidak bisa menikmati keuntungannya. Karena tidak adanya perlindungan maka disparitas harga antara hasil produksi di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen menjadi tinggi. Yang diuntungkan? Ya para pedagang bukan para petani.
Ketidakpedulian negara tidak hanya dalam menjaga mekanisme harga produk pertanian agar lebih fair bagi petani, ketidakpedulian juga terjadi juga dalam hal lainnya. Dalam sensus ekonomi pertanian tahun 2012 ditemukan fakta bahwa infrastruktur pengairan (waduk dan saluran irigasi) tidak dirawat, sehingga menyusut sebesar 5%. Dalam sensus itu ditemukan pula fakta bahwa tekanan industri menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan rata-rata sebesar 27 ribu ha/tahun. Dan dari semua itu mengakibatkan terjadi penurunan jumlah petani sebanyak 5 juta orang, sejak tahun 2003 (selama 10 tahun) .
Dari tabel diatas tersebut kita bisa mengerti, mengapa bisa terjadi penurunan jumlah petani sebesar itu. Bagaimana mereka bisa bertahan dengan profesinya, jika situasi situasi ketidakadilan terus berlanjut. Dinding dengan sektor lainnya, hanya di sektor pertanian saja, produsen bisa kalah sejahtera dengan para pengecer. Tetapi yang lebih berbahaya lagi, jika situasi itu terus dibiarkan maka kita tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan kita. Devisa kita akan terus keluar untuk membiayai impor kebutuhan pangan kita. Dan pada akhirnya, ekonomi kita akan ambruk.
Reformasi agraria akan memberikan akses seluas-luasnya pada masyarakat untuk dapat mengunakan tanah negara bagi sektor pertanian. Ini awal yang harus segera dilaksanakan. Selanjutnya lakukan perbaikan kualitas lahan dengan mekansme organik, disusul dengan pembangunan infrastruktur pengairan dan perbaiki mekanisme harga produksi pertanian, agar lebih fair. Maka sektor pertanian akan tumbuh, dan memberikan kontribusi lebih besar lagi pada PDB. Sehingga kedepannya sektor pertanian menjadi menjadi tiang utama bagi perekonomian bangsa.
Dan itulah sebenarnya arah yang harus kita tempuh. Sejarah membuktikan bahwa negara yang kuat, dibangun dengan fondasi pertanian yang kuat. Termasuk pengalaman kita sendiri. Saat krisis 97-98, ketika sektor lain pertumbuhannya negatif, agroindustri tetap positif.