Pemerintah menargetkan seluruh masyarakat Indonesia sudah memiliki KTP elektronik bagi sekitar 183 juta penduduk Indonesia yang wajib KTP pada 2017 mendatang.
Salah satu tujuan dari program itu adalah agar pelaksanaan Pemilu 2019 bisa bisa dilakukan melalui e-voting atau pemilihan elektronik.
“Target kami akhir 2017 selesai. Bisa e-voting. Kalau e-voting cukup masukkan alat, selesai,” ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Tjahjo memastikan jumlah blangko KTP elektronik yang disediakan oleh pemerintah cukup untuk memenuhi kebutuhan di seluruh daerah.
Saat ini, diperkirakan masih ada 22 juta penduduk Indonesia yang belum merekam data untuk KTP elektronik.
“Saya kira blangko cukup untuk memenuhi kebutuhan di seluruh daerah,” ucapnya.
Namun, lanjutnya, untuk mencegah terjadi penumpukan blangko di daerah, pemberian blangko KTP elektronik tida akan dilakukan sekaligus, melainkan secara bertahap.
Pemerintah pusat, kata Tjahjo, akan mengirim blangko sesuai dengan permintaan dan kebutuhan di masing-masing daerah.
Tjahyo meminta agar seluruh pemerintah daerah proaktif mengajak masyarakat untuk mengurus KTP elektronik
“Jangan sampai kami kirim misal 1000 blangko tapi pemda tidak proaktif dalam menghabiskannya. Jika ada sisa kami ambil karena pemda juga nggak habis, tidak jemput bola toh. Kami ambil dan serahkan ke yang lain ” ujar Tjahjo.
E-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan atau pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional.
Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup
NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk)
Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan tahun 2010 membolehkan dilakukannya e-voting di Indonesia sejauh tidak melanggar asas pemilihan umum (pemilu), yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil.
Untuk bisa melakukan e-voting, MK mensyaratkan tersedianya fasilitas penunjang dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.