Rabu, 27 September 23

Abraham Samad Ajak Berantas Korupsi Lewat Pendidikan

Surabaya – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2011-2015, Abraham Samad mengatakan, mencetak generasi muda antikorupsi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal terpenting yang menurutnya perlu dipahami luas terlebih dahulu adalah apakah makna dan arti korupsi itu sendiri.

Indonesia, kata Samad, termasuk negara besar yang dihuni 250 juta jiwa dan memiliki hampir 18.000 pulau. Seharusnya, menurut Samad, di negara yang besar ini tidak ada orang yang tidak bisa sekolah, tidak ada pengangguran, atau menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit karena tidak bisa diobati.

“Jumlah pengangguran di Indonesia ada sekitar 28 juta, 11 prosen dari total jumlah penduduk, ini bukan angka yang kecil dan sangat memprihatinkan. Padahal, kita punya gas alam yang luar biasa, emas, batubara, bijih besi, nikel, minyak, dan lain sebagainya. Sumber daya ini hanya dinikmati oleh segelintir orang, yaitu pengusaha nakal dan birokrat korup,” kata Samad.

Hal ini disampaikan Abraham Samad dalam kuliah umum yang digelar Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Selasa, (13/12/2016). Kuliah yang berlangsung dua jam tersebut bertema “Penanggulangan Korupsi: Antara Harapan dan Kenyataan”.

Kuliah yang diikuti 600 mahasiswa dan jajaran rektorat, mulai dari rektor, wakil rektor, dekan, wakil dekan, kaprodi, dosen, dan karyawan. Samad menyampaikan, akibat korupsi disebabkan sistem pendapatan yang tidak seimbang.

“Sejarah dan politik yang masih dikuasai orang-orang yang sama, sistem desentralisasi, ketidakpastian hukum, dan penegakan hukum yang buruk, Ini yang membuat korupsi bisa leluasa, “ tandas Samad.

Samad juga menyoroti, korupsi sekarang ini sudah mengalami evolusi atau metamorfosa. “Kalau dulu orang melakukan korupsi pada umur 40 tahun ke atas, tetapi sekarang umur 29, 32, 33 tahun pun sudah korupsi, “ ungkap Samad. “Artinya, generasi muda sekarang tidak luput dari korupsi. Korupsi sudah mengalami evolusi,” Samad menambahkan.

Selanjutnya, Ketua KPK ke-4 ini memaparkan, sebenarnya Indonesia mempunyai kesempatan untuk memberantas korupsi. Atau paling tidak meminimalisir korupsi pada awal bergulirnya reformasi pada tahun 1998, dengan cara pembenahan hukum. Namun sayang, ucap Samad, pada waktu itu pemerintah lebih rajin memperbaiki sistem politik dan demokrasi, karena hanya ingin mendapat pengakuan dari negara lain bahwa sistem demokrasi di Indonesia adalah yang paling baik.

“Akhirnya, jadi seperti sekarang ini, yang bisa menjadi bupati atau kepala daerah adalah mereka yang mempunyai banyak uang. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan KPK dulu hampir tidak ada Pilkada yang tidak money politic, yaitu 98 persen money politic,” papar Samad.

Ia lalu menjelaskan, saat ini yang bisa memperbaiki kondisi Indonesia yang menderita penyakit korupsi adalah melalui jalur pendidikan, baik formal maupun non-formal yang menerapkan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter yang dimaksud Samad adalah, pendidikan yang didalamnya menanamkan nilai-nilai integritas seperti kejujuran, kepedulian, kemandirian, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, dan keadilan.

“Cara memerangi korupsi adalah perangi dengan gigih, perangi dengan adil, perangi selama mungkin, optimis menang, dan kekuatan rakyat adalah yang paling penting, artinya dilakukan dengan gerakan sosial yang melibatkan semua elemen baik pemerintah, penegak hukum, dan rakyat,” kata Samad mengakhiri paparannya.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait